Search
Search
Close this search box.
Ilustrasi Pengaruh Sosmed Pada Remaja
Mediatizing Minds : Imbas Sosmed Kalangan Remaja

Pada era digital, media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari khususnya bagi kalangan remaja. Penggunaan platform online seperti Instagram, TikTok, X, dan Facebook telah mengubah cara remaja berinteraksi, memperoleh informasi, dan membangun identitas diri mereka. Fenomena ini dikenal sebagai “Mediatizing Minds,” di mana pikiran dan identitas remaja dibentuk, dipengaruhi, bahkan dikendalikan oleh media yang mereka konsumsi setiap hari. Hasil penelitian oleh Rizki Aprillia (2020) menunjukkan bahwa sebanyak 51, 4% remaja mengalami kecanduan media sosial tingkat rendah, dan 48, 6% remaja mengalami kecanduan media sosial tingkat tinggi. Hal ini dapat memicu imbas yang signifikan terhadap kesehatan mental dan perkembangan psikologis remaja.

Remaja berada dalam fase perkembangan di mana mereka mulai membentuk dan mencari identitas diri dalam kehidupan bermasyarakat. Media sosial seringkali menjadi arena bagi remaja untuk mengekspresikan diri karena memiliki kemampuannya untuk mencari informasi, berbagi kegiatan, dan mendapatkan umpan balik secara instan. Para remaja cenderung mengukur harga diri mereka berdasarkan jumlah likes, komentar, persetujuan orang lain atau pengikut pada akun sosial media yang mereka miliki. Hal ini menciptakan tekanan sosial yang besar bagi para remaja untuk selalu ingin tampil sempurna dan diterima oleh kelompok sebayanya. 

Tekanan untuk selalu tampil sempurna di media sosial dapat berdampak negatif pada kesehatan mental remaja. Melihat kehidupan “sempurna” orang lain di media sosial dapat menyebabkan perasaan tidak puas dengan diri sendiri dan kehidupan pribadi mereka. Hal ini membuat remaja mengalami kecemasan, depresi, dan masalah citra tubuh akibat perbandingan sosial yang dilakukan terus-menerus. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat mengarah pada isolasi sosial dan berakibat mengurangi interaksi tatap muka. Para remaja cenderung lebih nyaman dan berani mengekspresikan diri mereka pada platform online atau sama halnya dengan dunia maya. Padahal interaksi tatap muka sangat dibutuhkan remaja untuk meningkatkan kemampuan bersosialisasi.

Akibat interaksi pada dunia maya yang tidak seimbang dengan dunia nyata, para remaja kerap menjadi korban perundungan dunia maya (Cyberbullying) dimana dampaknya lebih signifikan karena sifatnya yang terus-menerus dan ditampilkan pada publik. Kasus-kasus cyberbullying beresiko membekas seumur hidup pada diri korban karena sisa-sisa kasus masih bertebaran pada sosial media. Jejak digital yang ditimbulkan membuat korban tidak nyaman dalam beraktivitas baik di sosial media maupun kehidupan sehari-hari. Isu ini menjadi hal yang serius dan perlu ditangani oleh orang tua, pendidik, dan pihak berwenang untuk mendapatkan keadilan bagi pihak yang bersangkutan.

Selain dampak psikologis dan pembentukan identitas, penggunaan media sosial yang berlebihan juga dapat memengaruhi performa akademis remaja. Waktu yang dihabiskan untuk scrolling atau menonton video dapat mengurangi waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar atau beristirahat. Para remaja seakan-akan terlena hingga berselancar di media sosial tanpa kenal waktu. Banyaknya waktu yang digunakan untuk bersosial media membuat para remaja menjadi multitasking yaitu membagi waktu antara belajar dan memantau media sosial. Ketidakseimbangan yang diciptakan dapat menurunkan efektivitas belajar, memengaruhi konsentrasi dan mengganggu waktu tidur ideal para remaja.

Untuk mengurangi dampak negatif bermedia sosial, diperlukan pendekatan yang holistik dari berbagai sudut pandang. Orang tua dan pendidik perlu memberikan pendidikan literasi digital kepada para remaja, mengajarkan cara menggunakan media sosial secara sehat dan bijaksana, serta memilih teman dalam bersosial media. Selain itu, penting juga untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental remaja, di mana mereka merasa nyaman untuk berbicara tentang masalah yang mereka hadapi tanpa rasa takut atau malu. 

Persaingan untuk “diakui” pada sosial media menjadi tolak ukur para remaja untuk senantiasa mengikuti perkembangan zaman tanpa memikirkan risiko kedepannya. Padahal, setiap remaja memiliki ciri khas masing-masing yang sangat autentik dan bisa digunakan sebagai bahan ‘Personal Branding‘ dikalangannya. Media sosial dengan segala manfaatnya juga membawa risiko yang penting bagi kesehatan mental dan perkembangan remaja. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan mengelola penggunaan media sosial dengan bijak. Sebagai remaja, kita harus memastikan bahwa teknologi ini mendukung, bukan merusak perkembangan generasi muda. Menerapkan perilaku bermedia sosial dengan baik dapat membuat para remaja tumbuh menjadi individu yang sehat, percaya diri, dan autentik.

 

Oleh:

• Azzahra Fidela Azya XII TPMGP 1

• Beylla Eka Kirana XII TPMGP 1

• Lita Ayu Novita Sari XI TKI 2

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Artikel Terkait